Komunikasi Dalam Perspektif Postrukturalisme
Halo semuanyaa!! Perkenalkan Nama Saya Sabrina Faliza Agustinova, Saya dari Universitas Satya Negara Indonesia Kampus B dengan progam studi Ilmu Komunikasi dan tak lupa juga Dosen Pengampu saya adalah Ibu Serepina Tiur Maida S.Sos., M.Pd., M.I.Kom., C.AC.
Jadi teman disini saya akan menjelaskan tentang apa itu Komunikasi Dalam Perspektif Postrukturalisme. Oke saya lanjut ya, mohon disimak ya teman-teman!!
Post-strukturalisme menyiratkan bahwa individu tidak dapat melekatkan bahasa pada makna yang spesifik atau tetap. Menurut post-strukturalisme, penting untuk fokus pada bagaimana audiens menafsirkan dan memahami pesan (Deleuze et al., 2009). Studi kasus yang penting adalah pembuatan film The Bachelor. Acara realitas yang disajikan di televisi dimaksudkan untuk menunjukkan kehidupan sehari-hari masyarakat secara 'nyata' namun dipilih dan diproduksi secara artifisial oleh pihak manajemen. Tayangan ini kerap menampilkan hubungan antara pria dan wanita serta perjalanan pria dalam mencari jodoh. Tayangan tersebut mengisahkan proses-proses sang pria ketika mencoba memilih jodoh dari berbagai wanita yang dihadirkan. Dengan pertunjukan seperti itu, gagasan tentang posisi laki-laki dan perempuan disajikan dalam berbagai cara. Dalam hal ini, 'kebenaran' yang diterima khalayak tidak sesuai dengan realitas alam. Namun cita-cita yang disajikan adalah apa yang ingin diungkapkan oleh para promotor media.
Post-strukturalisme membantu individu dan orang-orang di media dan komunikasi memahami bahwa bahasa seringkali mengandung makna yang lebih dalam (Deleuze et al., 2009). Teori ini membantu dalam memahami bahwa pesan yang disampaikan mungkin tidak diterjemahkan sebagaimana mestinya. Dengan memahami bagaimana individu bereaksi terhadap simbol atau tanda tertentu, media dapat memberikan informasi yang benar. Teori pasca-struktural menunjukkan bahwa berbagai bahasa mempertahankan dominasi dan menyebarkan ideologi tertentu.
Contoh teori poststrukturalisme adalah merebaknya budaya patriarki di masyarakat. Karena sebagian besar laki-laki berada di kelas penguasa, ideologi laki-laki dipromosikan dan diterima sebagai standar masyarakat. Langkah ini berdampak pada hak-hak perempuan dan menghambat mereka dalam menjalankan haknya. Mereka yang berusaha mengkritik penyebaran ideologi sering kali dicap sebagai feminis dan ekstremis yang getir, mengabaikan penderitaan mereka. Hal-hal seperti ini menyebabkan perempuan bungkam terhadap permasalahannya, sehingga status masyarakat tetap terjaga. Pengondisian budaya-budaya tersebut selalu mengandung bias, sehingga mempengaruhi mereka yang menyebarkan keyakinan tersebut.
Mempelajari teori-teori ini penting bagi para sarjana komunikasi dan individu dalam berbagai cara. Melalui pengetahuan, individu dapat memahami bagaimana komunikasi dan media beroperasi. Memahami cara individu menafsirkan informasi dan simbol membantu media mengetahui cara mengendalikan pesan yang disampaikan. Pengetahuan ini positif karena pemilik media dapat memutuskan apa yang berdampak positif terhadap masyarakat. Namun, dengan memahami pengaruh kelas penguasa terhadap pesan-pesan yang disampaikan, masyarakat belajar bagaimana memecahkan kode informasi dan berani mengkritik apa yang tampak manipulatif. Mempelajari teori-teori ini juga membantu orang memahami asal usul sistem dan ideologi masyarakat sehingga dapat menemukan cara yang lebih baik untuk menciptakan sistem dan ideologi yang lebih baik. Konsekuensinya, kebanyakan orang harus mempelajari dan memahami teori dan dampak media terhadap masyarakat.
Sumber : https://images.app.goo.gl/8Lh89s1Bh6fjhQHD7
https://ivypanda.com/essays/structuralism-and-post-structuralism-in-media/
Komentar
Posting Komentar